Hak Azasi Manusia Pers
Hak Asasi Manusia masih menjadi polemik dalam urusan keadilan dari zaman dahulu, saat pertama kali dibentuk sampai zaman sekarang diseluruh dunia, tidak terkecuali di indonesia. Memang, banyak sekali klasifikasi klasifikasi dalam Hak Azasi Manusia ini, salah satu diantara banyaknya klasifikasi itu adalah Hak azasi dalam masalah pers.
Ada catatan-catatan yang menjadi gambaran bahwa pemenuhan hak azasi manusia (HAM) dalam hal kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan berpendapat, lalu kebebasan berserikat dan berkumpul, serta hak memperoleh informasi masih butuh perlindungan yang utuh dan menyeluruh bagi seluruh kalangan pers.
Terkait kebebasan pers, reformasi 1998 tidak membawa perubahan dan perlindungan terhadap kerja-kerja pers di Indonesia. Meskipun terdapat UU Pers, namun kelemahan perlindungan masih terlihat dari banyaknya kekerasan terhadap jurnalis baik itu secara fisik atau non fisik. LBH Pers dari tahun 2003 sampai akhir 2017 setidaknya mencatat ada 732 kasus kekerasan kepada jurnalis baik itu fisik maupun non fisik.
Menurut LBH Pers, Terdapat 2 faktor yang mengakibatkan kasus kekerasan terhadap jurnalis akan berulang, yaitu Pihak jurnalis sudah melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian, namun penyelesaianya lama bahkan tidak ada tindak lanjut dan pihak jurnalis atau perusahaan medianya yang memilih mendiamkan dan tidak mau secara paksa dengan proses hukum.
Hak atas informasi, untuk menjamin pemenuhan atas perolehan informasi untuk masyarakat yang terkait dengan informasi publik, pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Di dalam UU memang diatur kategorisasi-kategorisasi informasi tersebut namun pada prakteknya terjadi kesukaran bahkan inkonsistensi oleh Badan Publik untuk menyediakan dan memberikan informasi. Informasi tersebut berkategori informasi publik yang dapat diperoleh masyarakat. Kesukaran dan Inkonsistensi tersebut dapat dilihat pada proses uji dampak terhadap suatu informasi. Selain itu proses uji coba juga tidak didukung oleh teknis yang memadai. Hal tersebut tentu berdampak dalam penghambatan dan bahkan melanggar proses perlindungan hak memperoleh informasi masyarakat.
Aditya Tirta Lukmana, Mahasiswa Jurusan KPI UIN SGD Bandung

Komentar
Posting Komentar