Feature Tokoh: Ustad Anan Abdul Hanan, Ketua DKM Al-Barokah Komplek Pesona Hijau Sekaligus Da’i Kompas TV Jabar


Dakwahpos.com, Bandung (16/12/2020) - Ustad Anan Abdul Hanan S.Pd.I adalah seorang Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al-Barokah yang berada di Komplek Pesona Hijau Residence Jalan Ciporeat Cilengkrang, Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung. Selain mengemban amanah menjadi Ketua DKM beliau juga merupakan seorang Da’i yang memiliki banyak pengalaman dalam menyampaikan pesan dakwah kepada para jamaahnya.

 

Sebagai seorang mubaligh, Ustad Anan Abdul Hanan yang sering disapa A.A Hanan telah menyampaikan pesan dakwah melalui media yang berbeda beda. Beliau pernah menyampaikan pesan dakwah melalui Media langsung seperti, di Masjid Masjid, Majelis Ta’lim, Acara Perayaan Hari Besar Islam (PHBI), Media Cetak (dimuat dikoran GALAMEDIA), dan Media Televisi (Pengisi Acara Lentera Qolbu Kompas TV Jabar).

 

Beliau menyelesaikan pendidikan Sarjana selama empat tahun dengan menoreh IPK Cumlaude di jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidikan Non Formal beliau yaitu Pondok Pesantren Mifthadul Muslimin Sukabumi, Pondok Pesantren di daerah Cisaat Sukabumi, dan Pondok Pesantren Bustanul Wildan Cileunyi. Beliau juga pernah mengantongi Sertifikat Peserta terbaik dalam Pendidikan Takhosus Mubalighin di Bandung. Selain mengurusi masjid dan aktif mengisi ceramah, beliau juga adalah Pimpinan Majelis Ta’lim & Dzikir Daarul Fataa Nurul Iman Bandung, Tim Asatidz Ponpes Modern Khoiru Ummah dan SMP YPDM BAKTI Nusantara 666 Bandung, Pembimbing Haji dan Umroh Travel, juga tim Da’i PADI. Sambil merangkap di beberapa profesi beliau sedang menempuh Pendidikan S2 di Universitas Islam Nusantara (UNINUS) dengan meneruskan kembali jurusan Pendidikan Agama Islam.

 

Ketika reporter bertanya mengenai awal mula menjadi seorang Da’i, beliau menjawab jika waktu itu tidak sengaja menggantikan seorang khatib jum’at yang berhalangan hadir setelah diwawancarai pada Rabu (16/12/2020).

 

“sebetulnya pertama kali isi ceramah itu karena adanya tuntutan masyarakat atau para jamaah masjid diminta untuk menggantikan sebagai khatib jum’at” Ujar beliau.

 

Ustad A.A Hanan menjelaskan juga bahwasanya dari situlah beliau banyak mengetahui ilmu tentang dakwah dan memulai perjalanan menjadi seorang Da’i.

 

Lanjutnya ketika ditanyakan apakah ada aktivitas tertentu yang sering dilakukan sebelum berceramah, beliau menjawab ketika akan melakukan sesuatu itu harus diawali dengan persiapan, jika tidak maka hal itu adalah setengah kegagalan. Dan juga harus ada ketenangan dalam berbicara sambil mensisipkan humor.

 

“segala sesuatu itu harus ada persiapan, jika persiapan tidak dilakukan maka hal itu adalah setengah gagal, juga perlu diingat bahwa dakwah itu harus dilakukan dengan rileks, maksudnya jangan terlalu tegang ketika berbicara, maka perlu humor agar para jamaah tidak monoton ketika mendengarkan” Cakap Beliau.

 

Selanjutnya reporter menanyakan bagaimana agar beliau bisa diterima oleh para hadirin, dalam mengajarkan ilmu terutama ilmu tentang keislaman.

 

“kalau kita berangkat dari hati maka ujungnya adalah pada hati dan jika dari emosi maka akan berakhir dengan emosi, jadi kekuatan hati yang harus dijaga. Ketika hati tidak tulus, selalu ingat bahwa dakwah ini adalah untuk menyampaikan Risalah Risalah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan juga wahyu wahyu Allah Subhanahu wa ta'ala yang berdasar dari Alquran, sunnah dan qaul para ulama. Tanamkanlah bahwa mengajarkan ilmu itu adalah ketika kita mengajarkan ilmu pada orang lain maka Allah akan menambah wawasan keilmuan kita tetapi intinya adalah keikhlasan” Ujar beliau.

 

Lebih lanjut beliau menjelaskan sikap yang harus ditunjukan ketika menghadap kepada para jamaah yang memiliki karakter dan asal daerah yang berbeda dalam pengajian ceramah beliau.

 

“kita juga harus bisa menguasai bahasa kaum, maksudnya adalah harus bisa menempatkan bahasa sesuai daerahnya, ketika mengisi acara dikampung misalnya tidak mungkin memakai bahasa Inggris tetapi harus menggunakan bahasa daerah tersebut yaitu bahasa sunda, dan memakai bahasa indonesia jika memungkinkan”. Tutur beliau.

 

Lebih lanjut beliau menjelaskan terkadang jamaah ada yang tidak suka humor, maka dari itu ketika memulai pembacaan ayat suci Al Qur’an itu harus secara Tartil, lalu harus diperhatikan ayat yang dibaca dan periwayat yang menulis hadits.

 

“terkadang itu jamaah ada yang tidak suka humor, ada yang suka sedih ketika dibacakan ayat ayat Qauliyah Allah, ada yang campuran suka humor dan serius juga, tetapi ketika membaca ayat dari surat itu harus tartil dan jangan sampai ada kesalahan penyebutan ayat dan periwayat hadits, semua itu bertujuan agar pesan dakwah dapat tersampaikan dengan baik”. Pungkasnya.

 

Reporter: Aditya Tirta Lukmana,

Mahasiswa Semester 3 KPI UIN SGD Bandung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Berpikir Madilog